Kamis, 14 Juni 2012

Stratigrafi Cekungan Asem - Asem Kalimantan Timur

Stratigrafi Regional

Stratigrafi umum dari Cekungan Asem-Asem mempunyai kemiripan dengan Cekungan Barito. Cekungan Asem-Asem dan Cekungan Barito dipercaya sebagai satu kesatuan deposenter pada Eosen yang menyambung sampai terpisah akibat pengangkatan Pegunungan Meratus pada kala Miosen Akhir (Witts,dkk; 2012). Stratigrafi umum Cekungan Barito dan Cekungan Asem-Asem terdiri dari batuan dasar Mesozoikum dan batuan sedimen Kenozoikum. Penjelasan stratigrafi tersebut banyak dibahas oleh Wakita (2000) dan Satyana (2014) pada bagian batuan dasar Mesoikum sedangkan stratigrafi batuan sedimen Kenozoikum banyak dibahas oleh Witts (2011,2012) dan Satyana (1994).
Stratigrafi batuan dasar Mesozoikum (Wakita, 2000; dan Satyana, 2014) terdiri dari batuan Kompleks Meratus yang berumur Jura – Kapur Akhir, ditutupi oleh batuan vulkanik dan turbidit Kapur Akhir yaitu Formasi Haruyan dan Pitap. Batuan Kompleks Meratus terdiri dari unit ofiolit, unit sedimen pelagik, unit bancuh dan unit metamorfik (Gambar 3).

Unit ofiolit terdiri dari batuan ultramafik peridotit, harzburgite, dan piroksenit yang terserpentinisasi,berasosiasi dengan gabbro dan intrusi plagiogranite,serta lava bantal basalt (disebut dengan Bobaris dan Meratus Ofiolit).Unit ini diperkirakan umurnya tidak lebih muda dari umur radiolaria rijang pada unit pelagik

Unit pelagik terdiri dari rijang yang mengandung fosil radiolarian berasosiasi dengan batugamping, dan serpih tersilifikasi. Umur dari rijang ini adalah Jura Tengah – Kapur Awal.

Unit bancuh pada terdiri dari klastika dan blok dari rijang, lempung silifikasi, batugamping, dan basalt di dalam matrik lempung bancuh. Bancuh dari Meratus Kompleks hanya dapat d teramati pada Pulat Laut.Unit ini diperkirakan lebih muda dari klastik rijang yang berumur Jura Tengah – Kapur Awal dan klastik lempung tersilifikasi yang berumur Kapur Awal

Unit metamorfik terdiri dari Filit Pelaihari dan Sekis Hauran yang keduanya merupakan batuan metamorfik tekanan tinggi. Terdistribusi pada baratdaya dari Pegunungan Meratus. Filit Pelaihari merupakan batuan metamorfik lower grade, yang terdiri dari filit dan sabak yang sedikit tersingkap. Sekis Hauran merupakan batuan metamorfik higher grade, yang terdiri dari sekis glaukopan, sekis kloritoit-kuarsa, sekis kyanit-kuarsa-phengit-kloritod, granet, sekis mika, sekis kuasa-mika, sekis piomontit, dan ampibolit. Protolit dari Sekis Hauran didominasi batuan pelitik dan basa. Berdasarakan K-Ar, umur dari mika dari Sekis Hauran adalah 110-180 Ma.

Formasi Haruyan pada Kompleks Meratus merupakan batuan produk dari aktivitas vulkanik yang berlangsung pada Kapur Akhir. Frmasi ini  umumnya terdiri dari basa sampai andesitik batuan vulkanik seperti, lava, tuf dan breksi tuf. Breksi tuf ini mengandung fenokris feldspar, pumice, fragmen lava, fragmen rijang  di dalam matriks tuf berwarna ungu terang.

Formasi Pitap pada Kompleks Meratus merupakan endapan sedimen flysch pada forearc basin. seperti batupasir, batulanau, konglomerat, serpih dengan sedikit lapisan batugamping dan blok yang mengandung foraminifera Orbitolina berumur Aptian – Albian.

Berdasarkan Heryanto dan Hartono (2003, dalam Satyana, 2014), Subdivisi Formasi Pitap dan Haruyan  ini menggantikan Alino Group yang berumur Kapur Tengah – Kapur Akhir dan Manunggul Group yang berumur Kapur Akhir pada penelitian terdahulu

Endapan sedimen Kenozoikum (Gambar 4) yang menutupi batuan dasar Mesozoikum antara lain di susun oleh Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin dan Formasi Dahor (Witts dkk. , 2011 dan Witts, 2012)

Formasi Tanjung  terbentuk pada pengendapan Eosen Tengah sampai akhir Oligosen Awal. Formasi ini didominasi oleh endapan fluvio-tidal pembawa lapisan batubara sampai lingkungan marginal marin.  Liotologi dari formasi ini umumnya batupasir, batulempung karbonan dan batubara. Berdasarkan data palinologi, dasar dari formasi ini berumur akhir Miosen tengah (zona E6), sedangkan lapisan atas dari formasi ini ditemukan kehadiran Nummulites ficheteli dan Eulepidina spp, merujuk pada kisaran Te1-Te5. (Oligosen Awal)

Formasi Tanjung ditutupi secara selaras oleh Formasi Berai pada bagian selatan cekungan dan Formasi Montalat pada jauh di utara cekungan. Formasi Montalat terekam sebagai endapan marginal marine sampai delta sedangkan .Formasi Berai terekam seluruhnya dipengaruhi oleh lingkungan laut. 
Formasi ini dicirikan sebagai batuan paparan karbonat laut dangkal dengan litologi umumnya batulempung, batunapal dan batugamping. Umur dari Formasi Berai adalah Oligosen Awal hingga Miosen Awal, berdasarkan kehadiran Heterostegina borneensis lapisan bawah dari Formasi Berai menunjukkan rentang umur Te1 – Te5 (P21-N4 zona plangtonik).

Formasi Warukin diendapkan selaras di atas Formasi Berai dan Montalat. Formasi ini menunjukkan pengendapan laut dangkal yang kemudian menjadi lingkungan fluvio-deltaic.  Litologi dari formasi ini umumnya batulempung , batupasir dan batubara. Umur dari formasi ini adalah Miosen Awal – Miosen Akhir, berdasarkan kehadiran Miogypsinodella sp., Miogypsina spp. dan L. (N) brouweri pada bagian lapisan bawah formasi yang menunjukkan kisaran umur Te5-Tf1 (N6-N8 zona plangtonik) dan pada lapisan atas formasi berumur lebih tua dari 7.4 Ma (Miosen Awal) dari zona palinologi Florschuetzia meridionalis.

Formasi Dahor diendapkan tidak selaras di atas Formasi Warukin. Formasi ini merupakan endapan molas silisiklastik akibat pengangkatan Pegunungan Meratus. Formasi di terdiri dari endapan polymict fluviatile dan endapan laut dangkal. Formasi ini berumur Miosen Akhir hingga Piosen


Read More

Minggu, 03 Juni 2012

Teori Geosinklin




Terminologi geosyncline (Leet, 1982) : “merupakan suatu cekungan dimana terakumulasi sedimen dengan ketebalan ribuan meter, yang disertai penurunan lantai cekungan secara progresif yang disebabkan oleh pembebanan sedimen”. Semua barisan pegunungan yang terlipat dibangun dari geosinklin, namun tidak semua geosinklin menjadi barisan pegunungan. Lokasi tipe geosinklin adalah geosinklin Appalachian, penemunya adalah James Hall. Hall (1859) menyatakan bahwa “arah setiap rantai pegunungan berhubungan dengan garis asal akumulasi sedimen yang sangat besar, atau garis sepanjang sedimen yang sangat melimpah diendapkan”. Pada area Appalachian, lapisan laut/air dangkal diendapkan setebal 40000 kaki, sepuluh lebih tebal dari seri sedimentasi yang ada di Lembah Mississippi. 

Teori geosinklin

Perkembangan teori Hall : sedimentasi yang sangat tebal kemudian menyebabkan adanya subsidence, dan sumbu palungnya akan menjadi barisan pegunungan. Adanya subsidence tersebut kemudian menghasilkan adanya lapisan yang terlipatkan, namun perlipatan tersebut bukan penyebab dari naiknya sedimen tebal tersebut menjadi pegunungan. Selain itu, adanya sedimentasi yang tebal diatas palung/cekungan terdalam mengakibatkan adanya pergerakan material subcrustal yang berada dibawah palung. Material tersebut bergerak secara lateral di bawah cekungan sedimen dan foreland – nya, sehingga daerah tersebut naik.

Penamaan geosinklin diperkenalkan oleh Dana (1873), yang merupakan proses penurunan kerak dimana sedimentasi terakumulasi (geosinklinal). Pada intinya, teori yang dikemukakan oleh Dana menambahkan teori yang diperkenalkan oleh Hall.

Ide yang sangat fundamental : Selama kolapsnya perlipatan besar geosinklin yang didorong oleh tekanan lateral, akan membentuk rangkaian perlipatan yang besar (sinklinorium). Penurunan geosinklin ke kedalaman 35000 atau 40000 kaki yang berarti suatu massa batuan yang mobile (kental atau plastis), 7 mil maksimum kedalaman dan lebih dari 100 mil secara lateral, terdorong kesamping. Setelah itu, pada bagian utamanya bergerak ke timur, dan menyebabkan jejak yang berbatasan dengan laut pada sisi timur, yang kemudian terangkat sebagai suatu geantiklinal yang paralel dengan palung yang subsidence. Tingginya busur geantiklinal dapat tergantung kepada seberapa jauh batuan plastis dapat bergerak ke arah timur. Kemudian lantai geosinklin menjadi lebih lemah yang disebabkan adanya isogeotherms, dan pelemahan ini menyebabkan perlipatan sedimen geosinklin dan melahirkan barisan pegunungan.

Teori Dana – Hall yang menyatakan bahwa barisan pegunungan merupakan kelahiran geosinklin berdasarkan dua pendapat utama : (1) determinasi lokasi barisan pegunungan yang akan terbentuk didasarkan kepada adanya akumulasi sedimen pada suatu geosinklin, (2) pegunungan menjadi rentan dalam proses yang relatif singkat, selama perlapisan terlipat dan tersesarkan.
 
Menurut L. De Launay (1921), Geosinklin adalah suatu zona penting yang panjang dimana endapan batyal secara menerus diendapkan hingga mencapai suatu ketebalan, dimana pendalaman berjalan secara simultan terhadap akumulasi. 

Dalam perkembangannya, terdapat beberapa penambahan terhadap teori Hall – Dana : (1) vulkanisme dan intrusi selama pertumbuhan geosinklin induk, (2) isostatik mengontrol selama perlipatan akibat appression sedimen geosinklinal, (3) metamorfisme dihasilkan dari kondisi geosinklin dan kejadian yang mengikuti perlipatan, (4) intrusi batolit, sintektonik dan epitektonik, dan hubungannya antara intrusi batolitik dan kejadian suksesi perlipatan yang terdiri dari suatu revolusi orogenesa berskala besar, (5) endapan bersifat metal sebagai akibat dari successive cycles dari aktifitas gunung api selama revolusi orogenesa.

Read More