Minggu, 20 Januari 2013

Tahapan Eksplorasi



 Tahapan Eksplorasi

Eksplorasi pada cebakan – cebakan mineral selalu dilakukan secara bertahap. Sistem bertahap ini dilakukan untuk mengurangi suatu resiko eksplorasi. Selain itu sistem ini dihubungkan dengan metode eksplorasi yang digunakan.

Menurut Peters, 1978 dalam Koesomadinata, 2000 tahapan eksplorasi modern adalah suatu strategi eksplorasi modern meliputi 2 tahapan eksplorasi dengan sub-tahapannya, dimana pada setiap tahapan memberikan kesempatan untuk pengambilan keputusan serta penyempurnaan model eksplorasi serta petunjuk geologi yang lebih relevan. Tahapan ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian antara lain:


Rancangan eksplorasi ini antara lain menyangkut tentang review literatur , geologi regional, citra landsat, interpretasi foto udara. Selain itu juga mencakup tentang model eksplorasi sebagai hipotesa kerja penentuan strategi dan pemilihan metoda eksplorasi.


Pada tahap ini dibagi menjadi 3 tahajp antara lain :

2.1  Penilaian Regional (Regional Apprasisal)
Penilaian regional ini berdasarkan data dan studi pustaka yang ada.

2.2  Peninjauan Daerah (Area Reconnaissance)
Peninjauan daerah ini dilakukan dengan melakukan survei daerah. Survei ini dapat menggunakan survei udara seperti surveidan analisa foto udara, survei dan analisa aeromagnetic. Sedangkan survei darat berupa lintasan – lintasan dengan metoda geologi atau non geologi, pengambilan batuan perconto di sungai (stream sampling), dan sebagainya. Tahapan ini menghasilkan daerah – daerah prospek dengan peta skala 1 : 100.000 – 200.000.

2.3   Pemilihan Sasaran (Target Selection)
Tahap ini merupakan akhir dari semua tahapan eksplorasi tinjau – tingkat strategis. Tahap ini menindaklanjuti tahap peninjauan daerah dengan sitem metoda geologi berupa : prospeksi batuan di sungai seperti float mapping and sampling, stream sediment sampling, dan rock sampling. Kadangkala bersamaan dengan pembuatan paritan, pemboran dangkal dan metoda geofisika seperti survei magnetic, gravitasi, seismik dan reflaksi seseuai dengan petunjuk geologi.

3  Tahapan Eksplorasi Rinci – Tingkat Taktis (Detail Exploration Stage – Tactical Phase)
Tahapan ini dibagi menjadi 3 tahapan yaitu :
3.1  Penyelidikan Permukaan Rinci (Detail Surface Investigation)
Tahap ini berupa penciutan daerah prospek dengan peta skala 1:5000 – 1:1000. Kegiatan pada tahap ini antara lain berupa pemetaan geologi rinci , surve geokimia rinci, pembuatan paritan dan sumur uji dan survei geofisika rinci dan pengambilan beberapa contoh batuan hasil pemboran.
3.2  Penyelidikan Bawah permukaan Rinci (Detail Subsurface Investigation)
Pada tahap ini berupa pembuatan terowongan eksplorasi, pengeboran core – logging yang lebih rapat, pengukuran geophysical logging, penentuan cadangan pendahuluan dan pengambilan contoh secara sistimatis

3.3  Penemuan / Bukan Penemuan (Discovery / Nondiscovery)

Pada tahap ini faktor – faktor teknik penambangan, teknik ekstraksi metalurgi, kebutuhan energi dalam penambangan serta penilaian ekonomis (feasibility studies) dilakukan agar dapat diketahui suatu prospek dapat ditambang atau tidak.

4   Tahapan Evaluasi dan Pra Produksi ( Evaluation and Preproduction Stage)

Tahap ini merupakan tahap akhir sebelum dilakukan penambangan suatu daerah. Tahap ini berupa evaluasi keseluruhan dari kegiatan produksi. Selain itu tahap ini juga merancang kegiatan penunjang selama pertambangan seperti pembuatan jala, pembuatan kantor dan mess pekerja, pembuatan pelabuhan dan pabrik metalurgi.

Daftar Pustaka

Koesoemadinata,R.P. 2000.Geologi Eksplorasi.  Bandung : ITB

Read More

Kamis, 17 Januari 2013

Geologi Regional Cibaliung, Banten







Menurut Van Bemmelen (1949) fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu:
  •  Zona Gunungapi Kuarter,
  •  Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, 
  • Zona Antiklinorium Bogor, 
  • Kubah dan Punggungan pada Zona Depresi Tengah,
  •  Zona Depresi Tengah Jawa Barat, dan 
  • Pegunungan Selatan Jawa Barat (Gambar 1). 


 

Mengacu pada klasifikasi di atas, maka Cibaliung termasuk dalam Kubah dan Punggunan pada Zona Depresi Tengah Jawa Barat (Gambar 1). Kubah dan Zona Depresi Tengah merupakan daerah pegunungan yang memperlihatkan bentuk-bentuk kubah. Zona ini dikontrol oleh struktur dan litologi. Jenis litologi pembentuk morfologi zona ini terdiri atas batuan sedimen dan batuan beku. Morfologi zona ini juga dipengaruhi oleh struktur geologi seperti perlipatan, sesar, dan kekar

Van Bemmelen (1949) menyebut daerah penelitian sebagai Banten Block yang terdiri dari endapan Neogen dan terlipat kuat dan terobosan batuan beku. Daerah ini merupakan daerah yang relatif stabil sejak Tersier. Terdapat perbedaan arah struktur yang mencolok antara struktur-struktur di Banten Block yang didominasi arah utara-selatan dengan struktur-struktur Jawa yang didominasi arah barat-timur.   



Sudana dan Santosa (1992) dalam Peta Geologi Lembar Cikarang skala 1:100.000 membagi stratigrafi regional daerah penelitian ke dalam tujuh formasi, yaitu:

Formasi ini terdiri dari dua bagian, bagian bawah terdiri dari litologi breksi aneka bahan, lava andesit, batupasir, batulempung, batugamping, konglomerat, aglomerat dan tuf; bagian atas terdiri dari tuf dasit, lava andesit, dan tuf breksi. Umurnya diduga Miosen Awal.
Formasi Cimapag dapat disebandingkan dengan Formasi Cikancana di Lembar Ujungkulon yang berumur tidak lebih tua dari Miosen (Atmawinata, 1986 dalam Sudana dan Santosa, 1992). Tebal satuan ini diperkirakan 400 m. Formasi ini ditindih tak selaras oleh Formasi Bojongmanik dan setempat diterobos oleh andesit-basalt (Sudana dan Santosa, 1992).
Satuan ini terdiri dari litologi berupa breksi gunungapi, tuf, lava, andesit-basal, dan kayu terkersikkan. Formasi ini diduga berumur Miosen Akhir berdasarkan sebagian dari satuan batuan ini yang menjemari dengan Formasi Bojongmanik. Tebal Formasi Honje diperkirakan berkisar dari 500–600 m. Sebarannya terdapat di sekitar Gn. Honje, Gn. Tilu, dan daerah Citerureup; setempat diterobos batuan andesit-basalt (Sudana dan Santosa, 1992).

2.3         Formasi Bojongmanik
Formasi Bojongmanik terdiri dari litologi berupa perselingan batupasir dan batulempung bersisipan napal, batugamping, konglomerat, tuf, dan lignit. Fosil-fosil foraminifera yang ditemukan pada satuan ini menunjukkan umur Miosen Akhir-Pliosen atau pada zonasi Blow N16–N19. Selain fosil foraminifera ditemukan juga pecahan moluska, ostrakoda, ekinoid, dan kerang dengan lingkungan pengendapan darat hingga laut dangkal. Tebal formasi ini diperkirakan mencapai 400 m (Sudana dan Santosa, 1992).
Formasi ini terdiri dari tuf, tuf berbatuapung, batupasir tuf, batulempung tuf, tuf breksi, dan napal. Satuan ini umumnya berlapis baik dan tebalnya diperkirakan ±250 m, ditindih tak selaras oleh Formasi Bojong dan satuan batuan yang lebih muda. Fosil-fosil foraminifera dalam formasi ini menunjukkan umur relatif Pliosen (N19-N21). Dalam formasi ini dijumpai pula fosil moluska, kerang-kerangan dan ostrakoda. Lingkungan pengendapannya adalah darat-laut dangkal (Sudana dan Santosa, 1992).
Batuan terobosan berupa andesit dan basalt yang diduga berumur Pliosen. Satuan ini menerobos Formasi Cimapag dan Formasi Honje (Sudana dan Santosa, 1992).
Formasi ini terdiri dari litologi berupa batupasir gampingan, batulempung karbonan, napal, lensa batugamping, tuf, dan gambut. Formasi ini umumnya berlapis baik, tebalnya antara 150-200 m, ditindih tak selaras oleh satuan batuan yang lebih muda. Fosil-fosil foraminifera yang ditemukan pada formasi ini menunjukkan umur relatif Pleistosen atau N22. Lingkungan pengendapannya adalah litoral luar (Sudana dan Santosa, 1992).

Batuan gunungapi Kuarter terdiri dari litologi breksi gunungapi, aglomerat, dan tuf. Satuan ini tebalnya diperkirakan lebih dari 100 m dan umurnya diduga Pleistosen (Sudana dan Santosa, 1992). Berdasarkan Sudana dan Santosa (1992), daerah Sindanglaya dan sekitarnya termasuk ke dalam dua satuan batuan, yaitu Formasi Bojongmanik dan Formasi Honje. Formasi Honje merupakan nama formasi baru yang diusulkan Sudana dan Santosa tahun 1992 untuk endapan volkanik dengan lokasi tipe terletak di Pegunungan Honje, Cimanggu, Banten Selatan.


Daerah penelitian terletak di bagian tengah busur magmatik Sunda–Banda (Carlile dan Mitchell, 1994 dalam Angeles, dkk., 2002). Area ini merupakan daerah transisi sesar geser lateral berarah baratlaut (di Sumatera) sampai sesar kompresi berorientasi timur–barat (di Jawa) (Angeles, dkk., 2002). Menurut Sudana dan Santosa (1992), struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian berupa kelurusan dan sesar normal berarah timurlaut-baratdaya. Struktur tersebut diduga ada hubungannya dengan zona graben daerah Krakatau di Selat Sunda yang merupakan depresi kegiatan gunungapi tektonik (Zen, 1983 dalam Sudana dan Santosa, 1992).

Daftar Pustaka
Sudana, D. & Santosa, S. (1992). Geology of the Cikarang Quadrangle, Java: Pusat
       Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, 13 pp.
Van Bemmelen , 1949.The Geology of Indonesia vol. 1 A. Government Printing Office, The Hague, Martinus Nijhoff, vol. 1A, Netherlands
 


 





Read More