Minggu, 14 Juli 2013

Sejarah Tektonik Sundaland

Sundaland merupakan istilah geologi untuk menyebut daerah di semenanjung asia tenggara meliputi semenanjung Malaka, Pulau Kalimantan, Pulau Sumatra, dan Pulau Jawa. Istilah sundaland ini juga dikenal sebagai sunda shelf (Paparan Sunda) (gambar 1).



Gambar 1. Lokasi Sundaland dan tektonik yang berkembang saat ini (Modifikasi dari davies 1984 dalam Sudarmono dkk. , 1997)


Davies ( 1984 dalam Sudarmono dkk., 1997) menyatakam bahwa  sundaland ini dibatasi oleh palung jawa dan palung sumatra yang berasal dari subduksi benua indo – australia ke dalam  benua asia di bagian selatan dan bagian barat disebut juga sebagai Western Margins. Sedangkan pada bagian utara dibatasi oleh Laut Cina Selatan dan Indocina. Pada bagian timur dibatasi oleh Kalimantan Timur , Selat Makassar dan Jawa Timur disebut juga sebagai Eastern Margins. Peristiwa tektonik yang besar terjadi pada saat tersier dapat dibagi atas 2 tektonik besar yaitu pemisahan lempeng india dan afrika yang bergerak ke arah utara pada saat akhir kapur dan berlanjut dengan kolisi india dengan benua eurasia pada saat 50 juta tahun yang lalu.

Evolusi Tektonik Sundaland

Pembentukan tektonik dari Sundaland tidak terlepas dari sejarah tektonik yang terjadi. Menurut Hutchison (1973) Evolusi Tektonik yang terjadi dapat dibagi beberapa bagian

a.      Pada Zaman Karbon – Perm
Subduksi terjadi di sebelah barat Sumatera yang menghasilkan batuan vulkanik dan piroklastik dengan komposisi berkisar antara dasit sampai andesit di daerah yang membentang di Dataran Tinggi Padang, Batang Sangir dan Jambi (Klompe et all., 1961; dalam Hutchison, 1973). Batuan intrusif yang bersifat granitik terbentuk di Semenanjung Malaysia, melewati Pulau Penang, dan diperkirakan menerus ke Kepulauan Riau ( Gambar 2).

Gambar 2. Sketsa tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Zaman Karbon Akhir sampai Perm Awal (Hutchison, 1973)

b.      Pada Zaman Perm – Trias Awal

Pada Zaman Perm, tidak ada perubahan penyebaran keterdapatan batuan plutonik dan volkanik dari Karbon Akhir. Sistem busur-palung yang bekerja di Sumatra masih tidak mengalami perubahan (Gambar 2 dan 3). Batuan volkanik dan piroklasik berkomposisi andesitik sampai riolitik menyebar di bagian barat dari Sumatera Tengah.


Gambar 3. Sketsa tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Zaman Perm sampai Trias Awal (Hutchison, 1973)


c.      Pada Zaman Trias Akhir Jura Awal

Dari Trias Akhir sampai Jura Awal, subduksi di Sumatra terus berlangsung dan menghasilkan kompleks ofiolit Aceh di bagian utara dan kompleks ofiolit  Gumai-Garba di selatan. Kedua ofiolit tersebut menurut Bemmelen (1949; dalam Hutchison, 1973) berumur Trias. 


Gambar 4. Sketsa tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Zaman Trias Akhir sampai Jura Awal (Hutchison, 1973)

 Pada Jura Tengah sampai Kapur Tengah, terjadi pengangkatan di wilayah Semenanjung Malaysia, menyebabkan perubahan lingkungan sedimentasi pada daerah tersebut dari lingkungan laut menjadi lingkungan darat, ditandai dengan endapan tipe molasse dan sedimentasi fluviatil. Volkanisme di kawasan Sumatra dan sekitarnya kurang aktif pada selang waktu ini. Selama Jura dan Kapur, kawasan Sumatra dan sekitarnya terkratonisasi, dan sistem pensesaran strike slip  terbentuk (Tjia et. All, 1973; dalam Hutchison, 1973). Pensesaran strike slip ini akibat dari tumbukan lempeng Indian dengan Eurasia.

d.      Pada Zaman Kapur Akhir – Tersier Awal

Pada Kapur Akhir, zona subduksi bergerak ke arah barat Sumatra, sepanjang pulau-pulau yang saat ini berada di barat Sumatra seperti Siberut. Ofiolit dari subduksi ini sendiri oleh Bemmelen (1949; dalam Hutchison, 1973) diperkirakan berumur Kapur Akhir sampai Tersier Awal.
Di bagian utara Sumatra terdapat Intrusi Granitik Tersier sedangkan di selatan terdapat Adesit Tua dan Intrusi Granit Miosen Awal. Pola dari sistem palung busur di Sumatra pada saat itu digambarkan pertama kali oleh Katilli (1971; dalam Hutchison, 1973) seperti pada gambar 5. Subduksi yang berada di barat Sumatra menerus ke selatan Jawa Barat, lalu berbelok ke timur laut menuju arah Pegunungan Meratus di Kalimantan Timur.


Gambar 6. Sketsa tektonik Sundaland dan sekitarnya pada saat ini (Hutchison, 1973)



Sedangkan berdasarkan rekronstruksi Hall dkk. (2009)evolusi Sundaland dapat dibagi menjadi beberapa bagian antara lain:

a.       Pada Jurasic Akhir(150 MA)

Diperkirakan Blok Banda yang sebelumnya bergabung dengan Gondwana  terpisah dan menjauhi Sula Spur. Blok Argo lalu terpisah kemudian melalui proses pemekaran (spreading).
Pemekaran berkembang ke barat menerus sampai pada margin dari Greater India 2. Busur kepulauan dan fragmen-fragmen benua bergerak menjauh dari Gondawa sebagai hasil darirollback dari subduksi ( Gambar 7).




Gambar 7. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Jura Akhir (150 MA) (Hall dkk. 2009)

b.       Pada Kapur Awal (135 MA)
Kemudian pada 135 juta tahun yang lalu (Kapur Awal – Gambar 8), India mulai terpisah dari Australia dan Papua yang masih bergabung dengan Antartika. Pemekaran di Ceno Tethys memiliki orientasi rata-rata NW-SE. Blok Argo dan Busur Woyla bergerak ke Asia Tenggara.


Gambar 8. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Kapur Awal  (135 MA) (Hall dkk. 2009)

c.       Pada Kapur Awal (110 MA)
Sekitar 25 juta tahun kemudian (Kapur Awal – Gambar 9) India terpisah dari Australia. Blok Argo mendekati Sundaland dan pemekaran pada Ceno-Tethys yang berarah NW-SE berhenti. Pusat pemekaran antara India-Australia berkembang ke arah utara. Terjadi subduksi di bagian selatan Sumatra dan tenggara Kalimantan.


Gambar 9. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Kapur Awal  (110 MA) (Hall dkk. 2009)

d.       Pada Kapur Tengah (90 MA )

Pada 90 juta tahun yang lalu (Kapur Tengah – Gambar 10), Blok Argo mendekati Kalimantan sebelah barat laut Kalimantan dan Busur Woyla mendekati tepian Sumatra. Koalisi-koalisi tersebut menyebabkan subduksi yang berlangsung sebelumnya berhenti. India terus bergerak ke utara melalui subduksi pada Busur Incertus. Australia dan Papua mulai bergerak perlahan menjauhi Antartika. 



Gambar 10. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Kapur Tengah  (90 MA) (Hall dkk. 2009)

e.       Pada Kapur Akhir ( 70 MA)

Pada Kapur Akhir, India bergerak cepat ke utara dikarenakan pemekaran yang cepat di bagian selatan dan terbentuk sesar-sesar tranform. Tidak ada pergerakan yang signifikan antara Australia dengan Sundaland serta tidak terjadi subduksi di bawah pulau Sumatra dan Jawa (Gambar 11). 



f.       Pada Eosen Awal  ( 55 MA)

Sekitar 55 juta tahun yang lalu (Eosen Awal – Gambar 12), pergerakan Australia-Sundaland menyebabkan terbentuknya subduksi sepanjang barat tepi Sundaland, di bawah Pulau Sumba dan Sulawesi Barat, dan mungkin menerus ke utara. Batas antara lempeng Australia-Sundaland pada bagian selatan Jawa merupakan zona strike-slip sedangkan pada selatan Sumatra berupa zona strike-slip tangensional. Busur Incertus dan batas utara dari Greater India bergabung dan terus bergerak ke utara.




Gambar 12. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Eosen Awal  (55 MA) (Hall dkk. 2009).


g.       Pada Miosen Tengah ( 45 MA)
Pada 45 juta tahun yang lalu (Miosen Tengah – Gambar 13), Australia dan Papua mulai bergerak dengan cepat menjauhi Antartika. Terbentuk cekungan di sekitar daerah Celebes dan Filipina serta jalur subduksi yang mengarah ke selatan pada proto area Laut Cina Selatan. Pada 35 juta tahun yang lalu , daerah Sundaland mulai berotasi berlawanan dengan arah jarum jam, bagian timur Kalimantan dan Jawa secara relatif bergerak ke utara. Rotasi tersebut berlangsung disebabkan karena adanya interaksi lempeng India ke Asia.

h.       Pada pada 15 juta tahun yang lalu (Miosen Tengah – Gambar 14), bagian kerak samudra pada Blok Banda yang berumur lebih tua dari 120 juta tahun yang lalu mencapai jalur subduksi pada selatan Jawa. Palung berkembang ke arah timur sepanjang batas lempeng sampai bagian selatan dari Sula Spur. Australia dan Papua mendekat ke posisi sekarang ini dan lengan-lengan dari Sulawesi mulai bergabung. 


Gambar 14. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Miosen Tengah  (15 MA) (Hall dkk. 2009).

Kesimpulan                                                                          
Berdasarkan data Geologi evolusi tektonik sundaland merupakan gabungan dari sisa – sisa fragment dari benua gondwana yang terpisah akibat spreading. Bagian – bagian ini kemudian bergabung dengan sebagian dari benua Eurasia. Selain itu pergerakan dari Fragment Benua Gondwana mengakibatkan subduksi di selatan Eurasia berubah pergerakanya. Kemudain akibat dari collision benua Eurasia dan lempeng India mengakibatkan terjadinya sesar – sesar dan rotasi yang berlawanan dengan arah jarum jam.


Daftar Pustaka


Hall, R., Clements, B., Smyth, H. R. Sundaland: Basement Character, Structure and Plate    Tectonic Development. Proceedings, Indonesian Petroleum Association, Thirty-Third Annual Convention & Exhibition, May 2009.

Hutchison, C. S. 1973. Tectonic Evolution of Sundaland: A Phanerozoic Synthesis.     Proceedings Regional Conference on the Geology of South East Asia, Geological Society of Malaysia. Vol. 6. Hal. 61-86.

Sudarmono , Suherman T, dan Benny Eza. 1997. Paleogene Basin Development in Sundaland   and its’s Role to the Petroleum Systems in Western Indonesia. Proceedings of an International Conference on Petroleum Systems of SE Asia and Australasia.


Read More

Selasa, 09 Juli 2013

Fisiografi Pulau Halmahera, Maluku Utara

Geologi daerah Pulau Halmahera dibagi menjadi dua mendala yaitu mendala geologi dan mendala fisiografi. Berdasarkan Peta Geologi lembar Ternate, Maluku Utara yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, fisiografi Pulau Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu Mendala Halmahera Timur, Halmahera barat, dan Busur Kepulauan Gunung Api Kuarter.

a.      Mendala Fisiografi Halmahera Timur
Mendala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengan tenggara, dan beberapa pulau kecil di sebelah timur Pulau Halmahera. Morfologi mendala ini terdiri dari pegunungan berlereng terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologi karst. Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa. Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif rendah dan lereng yang landai.
b.      Mendala fisiografi Halmahera Barat
Mendala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatan Halmahera. Morfologi mendala berupa perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada batugamping berumur Neogen dan morfologi karstdan dibeberapa tempat terdapat morfologi kasar yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur oligosen.
c.       Mendala busur kepulauan gunung api kuarter
Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulau Halmahera. Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan gunung api kuarter. Sebagian pulaunya mempunyai kerucut gunung api yang masih aktif.


Read More

Minggu, 07 Juli 2013

Jawa Timur Butuh Jurusan Kebumian Di Perguruan Tinggi

Propinsi Jawa Timur memiliki potensi kebumian yang cukup menarik . Potensi kebumian ini harusnya dapat lebih dikembangkan melalui  riset dan teknologi yang terbaru. Sayangnya keberadaan jurusan kebumian sangat langka di perguruan tinggi jawa timur.



Saat ini jurusan kebumian terdapat di poros Bandung ( ITB , Unpad, AGP (Akademi Geologi dan Pertambangan), dan Unpak (Bogor)), Yogyakarta (UGM, UPN, STTNAS, Akprind) dan Jakarta (Trisakti). 

Sedangkan Perguruan Tinggi di Jawa Timur cenderung terlambat dalam membuat jurusan kebumian, saat ini cuma ada beberapa jurusan tersebut di Jatim antara lain ITS (Geofisika, Geodesi), Unibraw (Geofisika) dan ITATS (Geologi dan Pertambangan).
Padahal potensi kebumian di jatim sangat besar antara lain minyak , gas, semen, emas/ logam, dan geotermal.

Minyak dan Gas tersebar di utara provinsi Jawa timur mulai dari Tuban, Bojonegoro, Ngawi hingga Pulau Madura. Diperkirakan pada tahun 2014 , Lapangan Migas Banyu Urip akan beroperasi. Lapangan ini berada di Blok Cepu, perbatasan Bojonegoro dan Kab. Blora (Jateng) . Namun Sayangnya sebagian pekerja berasal dari luar Jatim karena kurangnya lulusan PT di Jatim. 

Telaga Ngebel , Ponorogo Jatim
Selain migas jatim juga memiliki potensi geotermal di sepanjang jajaran gunung apinya. Saat ini Jawa Timur diperkirakan memiliki potensi geotermal terbesar ke 7 dari  33 propinsi se Indonesia. Mulai dari telaga ngebel (Ponorogo), Gunung Arjuno- welirang, Gunung Argopuro, Gunung Ijen, dan Gunung Bromo - Semeru. Potensi terbesar berada di Bawean - Gunung Ijen (Banyuwangi) sebesar 185 MW. 

Bencana Lumpur Sidoarjo


Selain energi Jawa timur juga memiliki potensi logam di bagian selatan jawa timur. Potensi logam ini antara lain berada di Pacitan , Blitar, Lumajang, dan Banyuwangi. 

Selain potensi , Jawa timur juga memiliki bahaya bencan alam seperti gempa bumi, Letusan Gunung berapi, serta , semburan gunung lumpur.
Oleh karena itu , pendirian jurusan kebumian agar cepat dilakukan karena kebutuhan tenaga ahli kebumian sangat dibutuhkan di Propinsi Jawa Timur. 
Pendirian jurusan kebumian diharapkan dapat mengisi tenaga kerja di bidang kebumian di Jawa timur. Selain itu dapat memberikan saran terhadap konservasi alam dan bencana agar tidak merugikan manusia di kemudian hari. 


Read More

Jumat, 05 Juli 2013

Shale Gas Sebagai Energi Murah Masa Depan

Saat ini dunia semakin membutuhkan energi sebagai penggerak kehidupan.   Saat ini hampir semua kegitan manusia memerlukan energi sebagai penggerak. Sebagian besar saat ini energi yang digunakan berasal dari conventional energy. Conventional energy ini berasal dari energi fosil Minyak , Gas dan Batubara. Sebagian besar minyak dan gas tersimpan di dalam batuan yang dinakaman reservoir. reservoir ini biasanya berupa batuan yang memiliki porositas dan permeabilitas yang besar salah satu contohnya yaitu batupasir dan batugamping. Seiring dengan berkurangnya penemuan minyak dan gas di batuan reservoir, ilmuan mencari alternatif lainya salah satunya yaitu shale gas. 


Shale gas ini tersimpan pada batuan lempung (shale) sehingga permeabilitas batuan sangat kecil sehingga gas tidak dapat bergerak / berpindah ke batuan reservoir. Cara pengambilan shale gas ini berbeda dengan minyak dan gas pada umumnya. Pada umumnya minyak diambil / di bor secara vertikal sedangkan shale gas dibor secara horizontal mengikuti perlapisan batuan pembawa shale gas.


Skema pemboran pada shale gas (sumber)
Setelah dilakukan pemboran batuan , kemudian dilakukan fracturing (pembuatan rekahan) pada lapisan batuan tersebut untuk membebaskan gas yang terperangkap. kemudian gas yang telah bebas dialirkan ke
tempat penampungan. Shale gas ini telah dikembangkan di amerika , pada tahun 2010 shale gas ini telah menyumbangkan 20 % dari Natural gas yang dipakai. Diperkirakan pada tahun 2035 , Shale gas akan menyumbang 45% gas alam yang dipakai di amerika.

Salah satu kekhawatiran  masalah lingkungan hidup yang dihadapi shale gas yaitu pencemaran akifer tanah akibat dari proses fracturing pada pengambilan gas.
Referensi : 
http://en.wikipedia.org/wiki/Shale_gas
http://www.inspirasi-insinyur.com/2013/06/shale-gas-energi-baru-masalah-baru
http://www.bbc.co.uk/news/uk-politics-21925109
Read More